Mau Bikin Casing HP Keren Klik Gambar



Begini Gurihnya Bisnis Perumahan Bersubsidi



Perumahan Bersubsidi atau dikenal juga dengan Rumah Sederhana Tapak (RST) atau Rumahan Sederhana Sehat (RSH) merupakan perumahan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpendapatan rendah (MBR). Harga perumahan bersubsidi dibatasi oleh pemerintah, tidak hanya itu pembelipun dibatasi dengan melihat penghasilan konsumen.
Penjualan Rumah Bersubsidi didukung oleh regulasi pemerintah lewat Menteri Keuangan dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang mensubsidi Down Payment (DP) dan penerapan bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perumahan menengah ke atas atau kredit komersil lainnya.
Bantuan lainnya yang meringankan pengembang perumahan sederhana adalah adanya subsidi terhadap biaya pembangunan Prasarana Sarana dan Utilitas (PSU) juga pembebasan biaya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sehingga harga rumah tetap terjangkau oleh masyarakat.
Peraturan mengenai besaran angka-angkanya mungkin saja berubah tiap tahun karena harga perumahan RST dan juga Rusunami yang bisa mendapatkan fasilitas FLPP dirancang naik tiap tahun, yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Saat ini pemerintah menyetujui bahwa uang muka untuk membeli RST cukup 1 %, ditambah dengan biaya pada saat pengurusan saat mengajukan KPR subsidi sebesar empat juta. Jadi masyarakat cukup sediakan uang lima juta, maka mereka sudah bisa beli rumah.
Selain itu Pajak Penghasilan final atas peralihan hak tanah dan bangunan (PPh) juga dikenakan hanya 1% (satu persen), bunga KPR hanya 5% (lima persen). Belum cukup sampai disitu BPHTB juga kena potongan 25% (duapuluh lima persen). Kondisi ini tentu sangat menggairahkan bagi developer yang ingin berbisnis di area rumah bersubsidi… ^_^
Kalau direkap lagi ini fasilitas pembiayan yang sangat menguntungkan bagi konsumen untuk rumah subsidi:
  • PPN 0
  • PPh 1%
  • uang muka 1%
  • BPHTB diskon 25%
  • Bunga KPR 5%
  • Tenor sampai dengan 20 tahun
  • Subsidi dana PSU sekitar 8 Juta/unit rumah
  • Uang Muka total Rp. 5 Juta bahkan kurang, sudah include biaya PPAT/Notaris, provisi bank, dan lain-lain.
Pemerintah dan pemangku kepentingan properti memperkirakan bahwa kebutuhan terhadap rumah sederhana ini mencapai lebih dari 15 Juta unit saat ini, suatu jumlah yang luar biasa.
Jika dapat menangkap peluang ini bisa dipastikan developer akan merasakan manisnya bermain di rumah sederhana. Selain pergerakannya yang cepat juga didukung oleh jumlah kebutuhan yang besar. Memang margin yang didapat kecil untuk tiap unit rumahnya tapi jika dikalikan jumlah unit yang banyak juga menghasilkan untung yang luar biasa.
Prinsip ini merupakan salah satu prinsip membangun kekayaan yaitu keuntungan yang ada (lebih sedikit) dikali banyak. Prinsip lainnya yaitu cukup pengalinya sedikit tetapi sekali lecutmenghasilkan profit yang besar. Hasilnya sama, untung besar.
Contoh nyata dalam kehidupan tentang pola mendapatkan profit ini adalah perusahaan produsen rokok atau mie instan mengantarkan ownernya menjadi konglomerat. Satu bungkus rokok atau sebungkus mie instan yang terjual menghasilkan untung yang sedikit saja bagi produsennya.
Tapi rokok terjual dalam jumlah milyaran batang per-tahun dan mie instan terjual dalam jumlah jutaan bungkus, tinggal dikalikan saja untung yang didapat.


Ini beda pola dengan perusahaan mobil BMW-contohnya, yang jumlah penjualan unitnya tentu lebih sedikit dibandingkan rokok atau mie instan, tetapi satu unit terjual menghasilkan untung yang besar. Hasilnya sama, untung besar bagi pemiliknya.

Besarnya Kebutuhan Terhadap Perumahan Subsidi

Jika kita merujuk kepada data dari Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2016 backlog—defisit penyediaan rumah—lebih dari 11 juta unit. Artinya, masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal berjumlah 11 juta Kepala Keluarga (KK). Dimana backlog terbesar terjadi utamanya di kota-kota metropolitan seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Makassar.
Walaupun data ini diragukan oleh beberapa pihak—ada yang berpendapat bahwa angka backlog mencapai 15 juta-an—namun angka 11 juta kekurangan rumah merupakan angka yang besar.  
Tak dipungkiri bahwa backlog tersebut hanya untuk MBR karena ada keterbatasan kemampuan beli mereka. Untuk kebutuhan rumah masyarakat golongan menengah ke atas tidak diperhitungkan sebagai backlog karena tentu saja dengan uang yang mereka miliki mereka sanggup memiliki rumah.  

Penyebab Backlog

Banyak hal yang menjadi penyebab backlog, terutama karena keterbatasan ketersediaan lahan yang cocok untuk dibangun perumahan untuk MBR. Mari kita ambil contoh di Jakartayang backlog-nya tertinggi, saat ini sudah tidak memungkinkan bagi pengembang swasta menjual rumah dengan harga perumahan subsidi, karena harga tanah yang sudah amat tinggi dan harga perumahan yang dibatasi.
Pilihannya adalah membangun hunian vertikal, itupun sulit juga menjual dengan harga hunian yang disubsidi pemerintah. Alasannya ya itu tadi, harga tanah yang sudah mahal dan biaya pembangunan juga tidak murah.
Itulah sebabnya di Jakarta, pembangun apartemen oleh swasta lebih ditujukan kepada masyarakat kalangan menengah ke atas. Biarpun pemerintah sudah mewanti-wanti agar pengembang swasta juga menyediakan hunian berimbang antara hunian untuk MBR dengan harga subsidi dan non MBR.
Tetapi pengaturan ini tentu saja tidak efektif karena pengembang swasta lebih dominan menggunakan kacamata bisnis. Dimana pendekatan bisnis adalah untung rugi, mana ada pengusaha yang mau rugi, iya kan?.
Di lain pihak, peraturan tentang subsidi pembelian rusunami atau apartemen ini dijawab oleh pengembang dengan membangun apartemen budget atau apartemen murah yang berlokasi di kota-kota penyangga DKI Jakarta, seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi yang harga tanahnya masih terjangkau dan memungkinkan untuk menjual unit sesuai dengan batasan harga yang ditetapkan pemerintah.


Sebagai gambaran bahwa saat ini batasan harga apartemen yang bisa dibeli dengan bantuan subsidi adalah 250 juta rupiah dengan luasan antara 21 meter persegi (m2) sampai dengan 36 m2. Di masa depan mungkin saja akan ada penyesuaian harga.
Penyebab backlog lainnya adalah karena dulunya dukungan pemerintah terhadap penyediaan perumahan untuk MBR ini sangat minim. Tetapi saat ini sudah terealisasi beberapa peraturan yang memberikan kemudahan dan keringanan MBR memiliki hunian. Contoh kemudahan dan keringanan tersebut adalah KPR FLPP, SBUM, SSB atau SSM.  

Penyediaan Hunian untuk Warga Negara Merupakan Tanggungjawab Pemerintah

Kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh negara kepada masyarakat dalam membeli rumah merupakan perwujudan tanggungjawab negara dalam menyediakan hunian yang layak bagi warganya. Selain itu dengan adanya kemudahan-kemudahan tersebut, program pemerintah bertajuk penyediaan satu juta rumah pertahun bagi masyarakat MBR bisa terealisasi.
Kenapa negara wajib menyediakan rumah yang layak bagi rakyatnya? Karena memang itulah salah satu kewajiban negara yaitu menyediakan hunian yang layak. Hal ini seperti tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 h (1) yang berunyi: ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Dukungan Pemerintah untuk Pengembangan Rumah Subsidi

Pemerintah terus memberikan dukungan kepada masyarakat berpendapatan rendah untuk semudah mungkin memiliki rumah. Dukungan tersebut berupa penyederhanaan perijinan, keringanan biaya dan pajak-pajak dan lain-lain. Dengan adanya dukungan tersebut diharapkan harga rumah bisa lebih murah dan terjangkau oleh masyarakat. 

Menyederhanakan Perijinan

Pemerintah telah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi XIII tentang Perumahan untuk MBR. Dimana di dalam paket kebijakan tersebut pemerintah menyederhanakan perijinan untuk pembangunan perumahan bagi MBR dengan luas maksimal 5 hektare.
Tentu saja paket kebijakan ini diharapkan dapat dilaksanakan sebaik-baiknya oleh instansi terkait, terutama pemerintah daerah yang berwenang menerbitkan perijinan perumahan di masing-masing daerah.  
Perijinan untuk membangun perumahan subsidi saat ini sudah disederhanakan dari sebelumnya 33 jenis perijinan dan rekomendasi menjadi 11 saja. Dengan adanya penyederhanaan ini, ada perijinan dan rekomendasi yang dihilangkan ada juga yang digabungkan, selain ada juga perijinan yang dipercepat pelaksanaannya.
Perijinan yang dihilangkan adalah:
  • Ijin lokasi (60 hari kerja).
  • Rekomendasi peil banjir (30-60 hari kerja).
  • Persetujuan gambar masterplan (7 hari).
  • Permohonan pengesahan siteplan (5-7 hari).
  • Persetujuan dan pengesahan gambar siteplan (5-7 hari).
  • Izin cut and fill (5 hari).
  • Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) (30 hari).
Selain itu, ada beberapa perizinan yang digabungkan, meliputi:
  • Proposal pengembang yang dilampiri dengan sertifikat tanah, bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir dengan surat pernyataan tidak sengketa yang dilampiri dengan dengan peta rincikan tanah/blockplan desa jika tanah belum bersertifikat.
  • Izin Pemanfaatan Tanah (IPT)/Ijin Pemanfaatan Ruang (IPR) digabung dengan tahap pengecekan kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang (RUTR)/Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) wilayah dan pertimbangan teknis penatagunaan tanah.
  • Pengesahan siteplan diproses bersamaan dengan izin lingkungan yang mencakup Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), untuk luas lahan hingga 5 hektare.
  • Pengesahan siteplan dengan SPPL, rekomendasi pemadam kebakaran, dan retribusi penyediaan lahan pemakaman untuk luas lahan hingga 5 hektare.
Dan perijinan yang dipercepat adalah sebagai berikut:
  • Surat pelepasan hak atas tanah dari pemilik tanah kepada pengembang (dari 15 menjadi 3 hari kerja).
  • Pengukuran dan pembuatan peta bidang (dari 90 hari menjadi 14 hari).
  • penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) induk dan pemecahan IMB (dari 30 hari menjadi 3 hari).
  • Evaluasi dan penerbitan SK penetapan hak atas tanah (dari 213 menjadi 3 hari)
  • Penerbitan sertifikat induk Hak Guna Bangunan (HBG) atas nama pengembang (dari 90 menjadi 3 hari).
  • Penerbitan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) induk dalam rangka SHGB induk (dari 5 menjadi 1 hari).
  • Pemecahan sertifikat atas nama pengembang (dari 120 menjadi 5 hari).
  • Pemecahan PBB atas nama konsumen (dari 30 menjadi 3 hari).
Setelah penyederhanaan perijinan, waktu yang dibutuhkan untuk mengurus perijinan berkurang dari awalnya sekitar 769-981 hari menjadi 44 hari saja. Tidak hanya itu penyederhanaan perijinan juga memangkas biaya pengurusan perijinan sampai 70%. Namun perlu dicatat bahwa kemurahan dan kemudahan proses perijinan ini hanya berlaku untuk kawasan perumahan dengan luas tidak lebih dari 5 hektare. Untuk luasan yang lebih dari 5 hektare masih berlaku peraturan lama, baik tentang jenis perijinan dan jangka waktu pengurusan perijinannya.

Lokasi yang bagus untuk dibangun RSH

Untuk membangun RSH seorang developer harus pintar dalam menganalisa. Analisa yang dimaksud disini bukan analisa yang njelimet, cukup pastikan harga pembelian tanah memang cocok untuk dibangun Rumah Bersubsidi.
Menurut pengalaman, harga tanah mentah pembelian developer yang bisa dibangun rumah bersubsidi adalah tidak lebih dari Rp. 100.000,- per-m2. Jika dapat harga di bawah ini tentu lebih bagus. Jika harga pembelian tanah mentah lebih dari seratus ribu Rupiah per-m2 maka akan sulit bagi developer untuk mendapatkan margin.
Tentang lokasi tanah yang akan dibangun RSH bisa dimana saja, bahka di daerah terpencil sekalipun yang harga tanahnya masih murah. Karena kalau lokasi yang sudah ramai seperti di tengah kota harga pembelian tanah sudah tentu mahal sehingga tidak bisa dibangun Perumahan Bersubsidi. Inilah kenyataan, masyarakat miskin akan tinggal di daerah terpencil, terpinggirkan, menjadi kaum marjinal. Tetapi lebih baik memiliki rumah sendiri biar ukurannya kecil dan terpencil daripada tidak punya rumah bukan?
Share:

No comments:

Post a Comment