Mau Bikin Casing HP Keren Klik Gambar



Begini Cara Menawarkan Kerjasama Lahan Kepada Pemlik Lahan



Dalam kerjasama lahan, pemilik lahan mendapatkan 2 keuntungan. Pertama, dia mendapatkan harga tanahnya dan kedua dia mendapatkan bagian keuntungan dari laba proyek.
Oleh karena itu, jika tanah akan dikerjakan menjadi proyek dengan pola kerjasama lahan, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan harga tanah.
Selain untuk menghitung biaya proyek, penetapan harga tanah juga berguna untuk menentukan besarnya hak pemilik lahan.
Mari kita lihat contoh perhitungan untuk tanah yang akan dikerjasamakan seluas 1 hektare (10.000 m2). Untuk tanah ini harga tanah yang disepakati adalah 300.000,- rupiah permeter persegi. Oleh karenanya, pemilik lahan berhak atas harga tanah sebesar 3 milyar rupiah.
Mengenai kapan pembayaran harga tanah ini bisa disepakati, apakah dibayarkan secara bertahap menurut penjualan atau bertahap berdasarkan interval waktu tertentu. Dimana masing-masing metode pembayaran ini memiliki kelebihan tersendiri bagi developer dan pemilik lahan.
Bagi seorang developer properti, keuntungannya jika pembayaran harga tanah menurut unit terjual adalah tidak ada pembayaran yang jatuh tempo karena kewajiban pembayaran muncul jika ada penjualan. Untuk membayar tanahpun uangnya berasal dari pembelian konsumen.
Namun bagi pemilik lahan pembayaran seperti ini bisa saja menjadi ketidakpastian karena mereka menerima uang jika ada penjualan, jika tidak ada penjualan mereka tidak menerima uang.
Sementara itu, pembayaran dengan cara bertahap sesuai dengan interval waktu tertentu memberikan keuntungan bagi pemilik lahan, yaitu dia mendapatkan kepastian penerimaan uangnya.
Misalnya pembayaran harga tanah dilakukan dengan bertahap tiap 3 bulan maka hal ini harus ditepati oleh developer.
Lain halnya bagi developer, pembayaran harga tanah secara bertahap memberikan kondisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah developer akan sekuat tenaga memenuhi kewajiban pembayaran tanah yang akan jatuh tempo.
Sedangkan kondisi negatifnya adalah developer akan menerima konsekuensi berupa denda jika pembayaran terlambat.


Selain mendapatkan harga tanahnya, pemilik lahan juga mendapatkan bagian dari keuntungan proyek. Besarnya bagian keuntungan proyek ini tergantung kesepakatan.
Tidak ada literatur resmi yang mengatur tentang ini. Namun pembagian keuntungan proyek diharapkan dengan memperhatikan prinsip keadilan.
Artinya, pihak yang menanggung resiko yang lebih besar, dialah yang mendapatkan bagian yang lebih besar pula.
Dalam hal ini tentu saja yang menanggung resiko lebih besar adalah si developer karena ia sudah mengeluarkan uang pada saat proyek dimulai bahkan pada masa pengurusan perijinan dan perencanaan.
Sementara pemilik lahan lebih aman karena penyertaannya dalam proyek berupa tanah yang fisiknya tidak mungkin hilang dan secara legalitaspun terjamin karena sertifikatnya disimpan di kantor notaris (begitulah kesepakatan tentang penyimpanan sertifikat, tidak di pemilik lahan, juga tidak di developer), dengan demikian sertifikat aman dari kemungkinan penyalahgunaan.
Mari kita lihat lagi contoh di atas, jika lahan dengan luas 1 ha dan harga permeternya adalah 300.000,- akan dibangun proyek properti dengan pola kerjasama lahan, maka bagian keuntungan untuk pemilik lahan yang wajar adalah 20% sampai dengan 30%.
Besarnya prosentase pembagian keuntungan proyek ini akan berubah selaras dengan harga tanah. Jika harga tanahnya lebih murah, maka bagian pemilik lahan juga lebih kecil.
Contohnya untuk lahan yang cocok dibangun perumahan untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR) atau lebih dikenal dengan rumah subsidi harga tanahnya tentu lebih murah.
Dengan demikian bagian pemilik lahan juga lebih kecil, yaitu maksimal 20% saja.
Demikian juga untuk tanah yang lebih mahal, bagian pemilik lahan juga semakin besar. Contohnya jika harga tanahnya lebih besar dari 500.000,- permeter persegi maka bagian pemilik lahan juga lebih besar yaitu minimal 25% tetapi tidak lebih besar dari 40%.
Nah, kembali ke contoh lahan yang sudah dibahas diatas, ketika anda menawarkan pembagian laba dengan prosentase, tentu pemilik lahan bertanya-tanya, berapa kira-kira jumlah nominalnya? Jika anda seorang yang mengerti tentang perhitungan sebuah proyek properti, anda dengan cepat bisa menjawab, keuntungan yang menjadi pemilik lahan adalah sekitar 750.000.000,-.
Darimana datangnya angka ini? Begini menghitungnya, sebuah proyek properti dikatakan layak apabila dapat menghasilkan laba bersih minimal sama dengan harga tanahnya (tentu saja lebih besar untungnya lebih baik).
Dari contoh di atas, harga tanahnya adalah 3 milyar, maka bagian keuntungan yang manjadi hak pemilik lahan adalah 20% sampai dengan 30% dari 3 milyar.
Mari kita ambil nilai tengah bagian pemilik lahan yaitu 25%, maka hak pemilik lahan adalah 25% dari 3 milyar, sama dengan 750.000.000,-.
Nah dari pembahasan di atas dapat dilihat bahwa pemilik lahan mendapatkan harga tanahnya sebesar 3 milyar rupiah ditambah lagi dengan 750.000.000,- dari keuntungan proyek.
Perhitungan ini tidak berlaku jika proyek dilaksanakan dengan cara bagi hasil berupa bagi unit. Maksudnya, sebagai kompensasi atas kepemilikan lahannya dia mendapatkan beberapa unit sesuai kesepakatan, demikian juga developer berhak atas jumlah unit tertentu.
Dengan pola seperti ini memang tidak perlu menetapkan harga tanahnya. Langsung saja pembagian menurut jumlah unit.


Pedomannya pembagian unitnya juga tidak jauh beda dengan cara penetapan harga tanah. Jika rumah akan dibangun untuk perumahan subsidi, maka pembagian yang lebih cocok adalah 1 banding 5 sampai dengan 7 (tergantung lokasi).
Artinya untuk setiap pembangunan rumah 5-7 unit maka akan dibangunkan 1 unit untuk pemilik lahan.
Pemilik lahan boleh memiliki unit miliknya atau dijual sendiri, tak tertutup kemungkinan penjualan juga diserahkan ke developer dan dia menerima hasil penjualannya saja.
Sementara untuk perumahan yang tergolong real estate maka pembagiannya 1 banding 3-5.
Share:

No comments:

Post a Comment