Mau Bikin Casing HP Keren Klik Gambar



Ini Penyebab Tidak Berlakunya Surat Kuasa Menjual


Bagi orang yang melakukan bisis properti sebagai flipper (orang yang membeli properti untuk dijual lagi dalam waktu yang tidak terlalu lama), penggunaan surat kuasa jual amat diperlukan. Karena ketika dia menjual lagi properti tersebut, boleh jadi properti itu belum atas nama mereka.
Misalnya seseorang membeli properti kemudian sebelum sempat dibaliknama ke atas nama dia, sudah ada orang yang ingin membelinya.
Alur transaksi sebenarnya adalah, properti yang dibeli tersebut harus dibaliknama terlebih dahulu ke atas namanya barulah kemudia bisa dijual lagi.
Konsekuensi dari transaksi ini adalah dia ada kewajiban membayar biaya-biaya, diantaranya biaya akta jual beli, biaya baliknama sertifikat dan pajak-pajak.
Biaya AJB lumrah dikenakan oleh PPAT sebesar 1% dari transaksi, sementara biaya balikanama juga tidak terlalu besar.
Halnya biaya pajak, dia dalam posisi sebagai pembeli dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5%. Kemudian ketika menjual lagi dia akan dikenakan lagi PPh final sebesar 2,5%.
Tidakpun kerena biaya, proses ini memerlukan waktu sampai selesainya baliknama.
Namun, banyak yang mempraktekkan untuk transaksi properti seperti ini tidak perlu dengan langkah seperti di atas.
Jagi ketika terjadi kesepakatan jual beli, tidak ditandatangani AJB tetapi cukup dengan membuat akta kuasa untuk menjual (penerima kuasa inilah dinamakan sebagai flipper). Lalu penerima kuasa menjual lagi properti tersebut.
Nah, dalam proses ini sebagai penjual properti nantinya adalah si penerima kuasa, tidak diperlukan lagi kehadiran si pemberi kuasa.
Apa keuntungan bagi si flipper?
Keuntungan yang jelas adalah dia tidak perlu membayar BPHTB. Tidak hanya BPHTB, dia juga tidak perlu membayar PPh final yang besarnya 2,5%.
Kok bisa tidak membayar BPHTB? Karena BPHTB adalah kewajiban pembeli akhir. Sementara dia hanya sebagai penerima kuasa.
Demikian juga dengan PPh final, pajak ini adalah kewajiban pemilik awal (dalam proses ini sebagai pemberi kuasa), karena sebenarnya dia sudah menerima penjualan atas properti miliknya.
Ya, itulah keuntungan seorang flipper dengan memanfaatkan surat kuasa jual, selain dari segi waktu juga lebih cepat prosesnya.
Namun sebenarnya proses seperti ini tidak dibenarkan oleh pemerintah karena adanya larangan penggunaan surat kuasa mutlak dalam transaksi pertanahan, seperti tergambar dalam Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak atas Tanah.
Bagaimana surat kuasa mutlak yang dimaksudkan dalam instruksi mendagri ini?
Ini salah satu ciri kuasa mutlak, yaitu kuasa yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa   untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum dapat dilakukan oleh pemegang haknya.
Karena menjual tanah dan bangunan termasuk perbuatan hukum yang dapat dilakukan oleh pemberi kuasa maka surat kuasa menjual atas tanah dan bangunan merupakan kuasa mutlak.

Surat Kuasa Jual dalam Praktek Sebagai Developer Properti

Seorang developer proeprti yang baru memulai bisnis propertinya kerapkali juga menggunakan surat kuasa jual ini. Kondisinya adalah tanah belum dibaliknama ke atas nama si developer karena pembayaran memang belum lunas.
Walaupun pembayaran belum lunas, pemilik tanah sudah membolehkan developer mengelola tanahnya dengan deal tertentu.
Dengan demikian ketika proyek sudah berjalan dan terjadi penjualan kepada konsumen maka yang bertindak sebagai penjual adalah developer karena sudah ada surat kuasa untuk menjual dari pemilik lahan kepada developer.
Ada kendala dengan kondisi ini ketika konsumen membeli dengan menggunakan KPR. Ada bank yang tidak menerima surat kuasa jual dalam proses pengajuan KPR.
Solusi untuk kondisi ini, pihak bank meminta pemilik lahan yang menandatangani AJB. Jadi surat kuasa jual tersebut dikesampingkan. Alasan pihak bank adalah karena keamanan.
Karena ketika konsumen wanprestasi maka bank dengan mudah menjalankan isi perjanjian kredit yang ujungnya melakukan aksekusi seperti diamanatkan dalam UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
Share:

No comments:

Post a Comment