Mau Bikin Casing HP Keren Klik Gambar



Cara Aman Membeli Rumah yang Masih Dalam Jaminan Hutang


Transaksi jual beli dengan kondisi normal hanya butuh waktu dan cara yang sangat singkat dan sederhana.
Subjeknya jelas yaitu ada penjual dan pembeli, objeknya juga jelas yaitu rumah atau bangunan lainnya atau yang lazim disebut property yang dilengkapi dengan legalitas.
Kelengkapan legalitas suatu objek adalah sertifikat hak atas tanah, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) dan bukti pembayarannya.
Kelengkapan lainnya adalah Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dimana semua persyaratan ini harus ada pada saat transaksi jual beli.
Bagaimana kalau pada saat akan dilakukan transaksi, sertifikat atas tanah tersebut masih dalam status jaminan atas hutang pemiliknya atau dalam bahasa hukum objek tersebut masih dalam keadaan terpasang Hak Tanggungan. Ada beberapa kendala jika akan mentransaksikan sertifikat yang masih dalam tanggungan.



Pertama adalah sertifikat tersebut tidak bisa dilakukan pengecekan ke BPN karena pengecekan sertifikat harus melampirkan sertifikat asli, sedangkan sertifikat asli masih dipegang oleh kreditur sebagai jaminan hutang.
Pengecekan sertifikat ini merupakan syarat wajib yang harus dipenuhi sebelum ditandatanganinya akta jual beli. Hal ini diatur dalam Pasal 97 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 tahun 1997, yakni “dalam hal PPAT hendak melaksanakan pembuatan Akta mengenai pemindahan atau pembebanan hak atas tanah, maka PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan setempat dengan memperlihatkan sertipikat asli.”
Kendala kedua adalah untuk mengambil sertifikat pada kreditur maka pemilik harus melunasi hutangnya terlebih dahulu. Kondisi ini menjadi rumit kalau pemilik menjual property-nya untuk melunasi hutangnya.. kebayangkan rumitnya. Hehehe…
Jika pemilik menghendaki bahwa pembelilah yang diminta melunasi hutangnya kepada kreditur/bank maka disinilah akan timbul kendala yang ketiga.
Kendalanya adalah jika pembeli diminta untuk melunasi hutang pemilik maka ada kemungkinan pembeli akan mengalami kerugian, sekurang-kurangnya pembeli akan dilingkupi keraguan.
Apa jaminannya bahwa setelah pembeli membantu melunasi hutang pemilik kepada bank, pemilik akan kooperatif dan tidak menghilang atau melarikan diri atau sekurang-kurangnya susah ditemui. Kemungkinan ini bisa saja terjadi toh kondisi pemilik sudah sangat aman, hutangnya sudah lunas.

Meminta bantuan Notaris sejak awal proses



Solusi untuk kondisi seperti ini adalah dengan meminta bantuan notaris sebagai penengah. Sejak awal proses pembayaran harus melibatkan notaris karena notaris sebagai pihak yang netral dan tidak akan memihak ke salah satu pihak.
Teknisnya adalah pemilik, calon pembeli, notaris dan pihak bank bersama-sama menyepakati proses transaksi. Pertama adalah pembeli menyetujui untuk membantu melunasi hutang pemilik.
Setelah hutang dilunasi maka pihak kreditur akan mengeluarkan surat roya yang menyatakan bahwa hutang debitur sudah lunas, kemudian sertifikat diserahkan kepada kantor Notaris BUKANkepada pemilik.

Sertifikat dari kreditur diserahkan kepada Notaris

Jadi proses kunci atau penekanannya adalah pada saat penyerahan sertifikat dari kreditur kepada Notaris karena Notaris/PPAT merupakan pihak netral yang menjamin keamanan semua pihak dan sebagai pejabat publik yang bertugas membuat akta jual beli atas benda tidak bergerak.
Setelah sertifikat berada di kantor Notaris maka bisa dilakukan proses transaksi jual beli secara normal, yaitu pembeli melunasi harga jual beli jika masih terdapat kekurangan. Selanjutnya bisa dilakukan penandatanganan akta jual beli dan proses balik nama sertifikat di Kantor Pertanahan setempat.
Semua bahagia, pemilik rumah bebas dari hutang dan mendapatkan uang, pembeli mendapatkan rumah dan Notaris mendapatkan uang jasa. Tidak lupa negara mendapatkan uang melalui pembayaran PPh dan BPHTB.

Share:

No comments:

Post a Comment