Biaya yang resmi dibayarkan tersebut seperti biaya pengecekan sertifikat, biaya akta jual beli untuk PPAT/Notaris termasuk biaya pembuatan kuasa-kuasa bila diperlukan, biaya pengikatan jual beli, Pajak Penghasilan (PPh) final, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), biaya balik nama sertifikat, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Biaya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) jika pembelian dengan bantuan lembaga pembiayaan dan biaya lain-lain.
1. Biaya Pengecekan Sertipikat
Pengecekan sertipikat dilakukan ke kantor pertanahan setempat sebelum proses jual beli dilakukan. Pengecekan sertipikat diperlukan untuk memastikan bahwa sertifikat tidak ada catatan seperti blokir, sita atau catatan lainnya.
Jika sertifikat dalam keadaan terblokir atau ada catatan apapun di sertifikatnya maka sertifikat tidak bisa dilakukan pengecekan. Selanjutnya transaksi jual beli tidak bisa dilaksanakan. Pelaksanaan transaksi bisa dilakukan apabila catatan yang ada pada sertifikat diangkat terlebih dahulu.
Prinsipnya adalah siapa yang memasang catatan atau blokir maka dialah yang juga harus mengangkat blokir tersebut.
Jika blokir dilakukan oleh pengadilan dengan surat resmi maka pengadilan pulalah yang harus mengangkat blokir tersebut dengan surat resmi juga. Pengadilan memblokir sertifikat karena ada sengketa, dengan demikian pengakatan blokir dilakukan setelah sengketa selesai atau adanya putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Demikian juga jika blokir dilakukan oleh kepolisian maka kepolisian juga yang harus mengangkat blokir tersebut. Selanjutnya jika blokir dilakukan oleh orang pribadi maka dia jugalah yang wajib mengangkat blokirnya.
Apabila sertifikat sedang ada catatan, solusi yang bisa dilakukan adalah dengan mengajukan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dimana dalam SKPT tersebut dicantumkan semua catatan yang ada di sertifikat, termasuk data mengenai orang yang memblokir dan permasalahannya.
Biaya pengecekan sertifikat dan SKPT ini Rp 50.000 rupiah.
2. Biaya Akta Jual Beli
Biaya akta jual beli merupakan biaya jasa seorang Pajabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dia bebas menentukan berapa biaya jasa yang dia tarik terhadap jasanya membuat akta jual beli.
Kebanyakan PPAT menarik biaya 1 % dari nilai transaksi, tetapi harga ini tidaklah kaku sehingga klien bisa menawar harga tersebut sepanjang disetujui oleh PPAT.
Oleh karena itu jika nilai transaksinya 1 milyar rupiah maka biaya akta jual beli adalah 10 juta rupiah. Apabila klien ingin menawar juga boleh-boleh saja. Misalnya klien hanya menganggarkan untuk biaya akta 6 juta saja. Maka klien bisa mengajukan kepada PPAT, tergantung PPAT-lah menerima harga tersebut atau menolaknya.
Siapa yang membayar akta jual beli ini? Biasanya biaya akta jual beli ini ditanggung secara proporsional antara penjual dan pembeli. Namun tidak tertutup kemungkinan biaya akta jual beli ini dipikul oleh salah satu pihak sesuai kesepakatan para pihak.
3. Biaya Akta Kuasa Untuk Menjual
Kuasa untuk Menjual dibutuhkan apabila pemilik sertifikat menguasakan penjualan kepada pihak lain. Karena pemberian kuasa menjual atas benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan harus dilakukan dengan akta notaris, tidak boleh kuasa di bawah tangan saja. Jika sudah terlanjur dibuat surat kuasa di bawah tangan untuk menguasakan penjualan tanah dan bangunan maka harus dibuat kembali kuasa untuk menjual dalam bentuk akta notaris.
Besarnya biaya akta kuasa untuk menjual ini juga tergantung notaris, ada notaris yang menerapkan perhitungan tertentu berdasarkan isi akta. Misalnya dalam akta tersebut terdapat kuasa untuk menjual properti dengan nilai tertentu, maka notaris memperhitungkan harga properti yang ada dalam akta kuasan tersebut.
Misalnya akan dibuat akta Kuasa Untuk Menjual atas rumah yang bernilai 5 milyar, maka notaris bisa saja meminta biaya untuk pembuatan akta tersebut sebesar 1%-nya, atau 50 juta rupiah. Terserah klien juga akhirnya apakah menerima pengajuan harga dari notaris tersebut.
4. Biaya Akta Pengikatan Jual Beli
Selanjutnya biaya untuk PPAT/Notaris adalah biaya akta Pengikatan Jual Beli (PJB).
Biasanya pembuatan akta ini berhubungan karena suatu sebab sehingga jual beli belum dapat dilaksanakan.
Harus dibedakan mana yang jual beli dan mana yang masih dalam bentuk PJB.
Jual beli hanya berlaku bila dilakukan dengan AJB di PPAT. Sedangkan PJB dilakukan dengan akta Notaris.
Memang inti dari 2 kegiatan ini adalah peralihan hak tapi apabila masih dalam bentuk PJB maka peralihan hak belum terjadi.
Hak atas tanah tersebut masih melekat pada pemilik lama sampai ditandatanganinya AJB dan diajukan balik nama ke kantor pertanahan.
Sebabnya mungkin saja pembayaran belum dilunasi, pajaknya belum dibayarkan atau lokasi objek yang tidak berada di area kerja si PPAT sehingga PPAT membuat PJB terlebih dahulu supaya nantinya bisa dilaksanakan AJB dengan PPAT yang wilayah kerjanya di lokasi tanah. AJB dibuat berdasarkan PJB tersebut.
Besarnya biaya PJB ini juga negosiasi antara klien dengan Notaris karena biaya ini bersifat jasa.
Umumnya notaris juga menerapkan perhitungan yang sama dengan penerapan harga pada AJB yaitu prosentase dari nilai tanah dan bangunannya, yaitu 1% dari nilai transaksi.
5. Biaya Balik Nama
Balik nama sertipikat dilakukan di Kantor Pertanahan setempat. Proses balik nama diajukan oleh PPAT dengan membayar sejumlah biaya sesuai dengan peraturan yang berlaku, dimana biaya balik nama ini ditanggung oleh pembeli.
6. Biaya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)
PNBP dibayarkan sekaligus pada saat pengajuan Peralihan Hak atau Balik Nama. Besarnya PNBP ini 1 0/00 (satu perseribu/permill) dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah.
7. PPh (Pajak Penghasilan)
Besarnya PPh adalah 2,5 % dari besarnya transaksi. PPh harus dibayarkan sebelum akta jual beli ditandatangani. Pembayaran PPh dilakukan di bank penerima pembayaran dan kemudian divalidasi ke kantor pajak setempat.
PPh ini merupakan tanggungjawab penjual, tetapi ada juga proses jual beli yang membebankan PPh kepada pembeli, jika ada kesepakatan sebelumnya.
Sebelum diundangkannya PP Nomor 34 Tahun 2016 Tentang Tarif Baru PPh Final 2.5% atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan besarnya PPh adalah 5% dari nilai peralihan.
Contohnya jika nilai peralihan hak adalah 2 milyar, maka PPh yang menjadi kewajiban penjual adalah 2,5% x 2 milyar sama dengan 50 juta.
Pembayaran PPh berdasarkan domisili wajib pajak pemegang hak, bukan berdasarkan lokasi objeknya. Misalnya rumah yang akan dilakukan jual beli berlokasi di Pasar Minggu, Jakarta Selatan sedangkan pemilik tinggal dan memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Tanjung Priuk maka validasi dilakukan di Kantor Pajak di Tanjung Priuk.
Kondisi lainnya jika pemegang hak terdiri dari lebih dari 1 orang maka yang diwajibkan membayar cukup satu orang saja secara bersama-sama, nanti di blanko pembayaran PPh diberikan tanda CS (Cum Suis) yang artinya secara bersama-sama.
8. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)
Sama dengan PPh, BPHTB juga harus dibayarkan sebelum akta jual beli ditandatangani.
BPHTB dikenakan bukan hanya pada saat terjadinya jual-beli, melainkan juga terhadap setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, seperti tukar-menukar, hibah, waris, pemasukan tanah ke dalam perseroan, dan lain-lainnya.
Pada transaksi jual-beli tanah atau rumah, yang menjadi subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan itu, yaitu pembeli.
Sedangkan untuk proses lainnya seperti pewarisan yang harus membayarkan BPHTB adalah penerima waris. Jika ahli waris terdiri lebih dari satu orang, cukup dicantumkan nama salah satu ahli waris saja dengan menambahkan CS di akhir namanya.
Dasar perhitungan BPHTB adalah nilai transaksi atau Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi terlebih dahulu dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), kemudian dikalikan 5 %. Besarnya NPOPTKP berbeda untuk tiap daerah, sebagai contoh untuk DKI Jakarta besaran NPOPTKP adalah Rp 80 juta.
Contoh perhitungan sebidang tanah yang akan dilakukan peralihan hak dengan nilai transaksi sebesar 500 juta yang berlokasi di Jakarta. Begini cara menghitung BPHTB-nya:
BPHTB = 5% x [Nilai transaksi-80 juta]
= 5% x 420 juta
= 21 juta rupiah.
Untuk proses perolehan selain jual beli seperti tukar-menukar, waris, hibah, yang menjadi dasar perhitungan besarnya BPHTB adalah NJOP.
Demikian juga untuk permohonan hak untuk pertama kali juga dikenakan BPHTB yang perhitungannya berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Dimana perhitungan besarnya BPHTB adalah nilai transaksi atau NJOP atau mana yang lebih besar. Khusus untuk perolehan hak secara waris terdapat pengurangan berupa NPOPTKP yang lebih besar, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebagai contoh besarnya NPOPTKP untuk DKI Jakarta adalah Rp. 350 juta.
Contohnya jika NJOP adalah 500 juta, begini cara menghitung BPHTB-nya:
BPHTB = 5% x [NJOP-350 juta]
= 5% x [500 juta-350 juta]
= 7,5 juta
9. Biaya Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
Biaya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
Biaya APHT adalah biaya pembuatan akta hak tanggungan yang dibuat oleh notaris. APHT berfungsi sebagai akta otentik yang mengatur hak dan kewajiban antara kreditur dan debitur dalam suatu proses pemberian kredit. Termasuk solusi yang diambil jika debitur wanprestasi juga dicantumkan di dalamnya.
Besarnya biaya ini tergantung notaris yang menentukan dan besarnya juga bisa dinegosiasikan.
Biaya Pemasangan Hak Tanggungan
Setelah APHT ditandatangani proses selanjutnya adalah mendaftarkan APHT tersebut ke kantor pertanahan untuk dibuatkan seritifikat hak tanggungannya oleh BPN.
Biaya provisi
Biaya provisi perlu untuk proses administrasi di bank. Besarnya tergantung bank, ada bank yang menetepkan biaya provisi sebesar 1% dari nilai kredit yang akan disetujui.
Biaya Asuransi Jiwa
Biaya selanjutnya adalah biaya asuransi jiwa. Ini untuk memberikan pengaman kepada bank. Sehingga jika debitur meninggal maka asuransi yang sudah dibayarkan sudah merupakan pelunas terhadap hutangnya.
Biaya Asuransi Kebakaran
Demikian juga biaya asuransi kebakaran berfungsi untuk melindungi bangunan jika terjadi musibah kebakaran. Artinya jika terjadi kebakaran terhadap jaminan, maka bank akan memberikan biaya untuk membangun kembali. Dengan demikian pemilik akan terlindungi dari bahaya kebakaran.
Besarnya biaya asuransi jiwa dan asuransi kebakaran sudah ditetapkan oleh bank pemberian kredit. Besarnya tergantung besarnya kredit yang diberikan bank. Debitur tinggal mengikuti aturan yang berlaku di bank pemberi kredit.
Untuk lebih mudahnya dalam proses jual beli, para pihak yang terlibat sebaiknya mempercayakan semua perhitungan dan proses-proses yang berkaitan kepada Notaris/PPAT setempat.